Jumat, 25 Januari 2008

KADO UNTUK GURU

Saefudin S.Pd.

Pada hakekatnya kita semua adalah murid, dalam kehidupan di Dunia ini kita diberi dua pilihan, menjadi murid untuk selamanya atau menjadi Guru......

Secara Nasional penghargaan terhadap Guru (profesi) sudah 12 tahun berjalan sehingga setiap tahun Guru punya satu hari yang diperingati bersama seluruh Bangsa ini, untuk Tahun ini di setiap sekolah diwajibkan mengadakan upacara detik-detik hari Guru. Peserta upacaranya adalah siswa dan guru.

Entah siapa pencetus hari guru mudah-mudahan bukan guru ! Tetapi diharapkan dia seorang anak kecil, penarik Becak, pembantu rumah tangga atau siapapun ia semoga Tuhan dapat memuliakannya karena ia mengingat kasih sayang gurunya.

SATU

Tahun yang lalu juga Tahun yang lalunya lagi Guru mendapat kado Dari masyarakat, kadonya berupa Raport yang nilainya banyak berwarna merah, mulai dari merah jambu sampai merah “geuneuk”, ketika itu sebagian masyarakat geram dengan yang namanya Guru, betapa tidak seorang siswa menggantungkan lehernya pada seutas tali konon gara-gara di tagih iuran, di episode lain ada seorang siswa yang memaksakan diri mencicipi racun serangga karena tak tahan di tagih uang buku, di episode lainya seorang siswa sebagian anggota tubuhnya memar terkena elusan tangan seorang guru, episode lainya seorang siswa menjadi rendah diri dan putus sekolah akibat tak tahan ejekan temannya karena sering ditagih iuran sekolah, tak sampai disitu ketika seorang siswa nakal, terlibat tawuran, menggunakan obat terlarang, lagi-lagi guru kebagian imbasnya….. masih banyak episode lainya yang bila diruntut tak akan cukup dalam tulisan ini.

Kejadian diatas memicu sebagian masyarakat memasang kuda-kuda sekaligus melancarkan serangan dengan berbagai jurus untuk menghantam yang namanya Guru, pukulan tadi ada yang mengenai tangan, kaki, punggung, kepala, dada… menjadikan guru tersungkur tak berdaya dengan sisa nafas yang nyaris tak terdengar……

Tahun ini 2005 Guru ditelanjangi dan diletakan di etalase sehingga setiap orang dapat menyaksikan menikmati sekaligus mengapresiasi sosok Guru dari berbagai dimensi, hasilnya ada yang tertawa, ada yang sinis, tapi ada juga yang menitikan air mata ketika melihat sisi Ekonomi seorang Guru. Ketika para pekerja (Buruh) melakukan Demonstrasi menuntut peningkatan Upah Minimum Regional (UMR) sejenak mereka tertegun kemudian berdecak kagum dan nyaris tak percaya ketika mengetahui bahwa banyak Guru yang berpenghasilan jauh di bawah mereka, decak kagum mereka melebihi ekpresi para petinggi yang baru mengetahui banyak Guru yang mendapatkan penghasilan (gaji) Rp 60 ribu sebulan…… sungguh suatu keadaan yang luar biasa bagi mereka, seraya berguman kok guru masih bisa hidup !.

DUA

Flash Back ke jaman baheula, ketika masa feodalisme di negeri ini khususnya jaman kolonialisme, dunia pendidikan tak bisa disentuh semua lapisan masyarakat, kalaupun ada tapi terdapat dikotomi antara pendidikan untuk kaum pribumi dan kolonial, untuk kaum pribumi pun hanya mereka yang berstrata tinggi (kaum ningrat) yang bisa mengenyam pendidikan. Pada saat itu profesi guru begitu sangat dihargai di Masyarakat dan tentu saja yang dapat menjadi seorang guru mayorias adalah kaum ningrat yang secara tidak langsung berstrata tinggi, terpandang di masyarakat dan secara ekonomi tergolong mapan. Begitu besarnya penghargaan masyarakat terhadap Guru, sampai melahirkan pepatah “ Guru adalah orang ke dua setelah orang tua” yang harus ditaati, sebuah filosofi tentang kesamaan tata nilai pendidikan (moral) antara orang tua (keluarga) dan guru (sekolah). Masih dianutkah norma tersebut ? sekarang…

Kini siapapun bisa jadi guru, apapun latar belakangnya, entah merupakan cita-cita, panggilan jiwa, suatu kebetulan atau suatu keterpaksaan, semuanya bisa menjadi guru… tentu saja setelah menempuh Pendidikan Keguruan. Perubahan sosial dan mobilitas masyarakat bergerak cepat , menjalar imbasnya pada dunia pendidikan, Perubahan orentasi terjadi pada sosok guru yang tidak lagi menjadi gudang ilmu akan tetapi berubah menjadi operator (fasilitator) dalam proses belajar, dan sebagai gurunya siswa dapat belajar dan menimba ilmu pada lingkungan keluarga, teman bermain, masyarakat sekitar, termasuk media masa, suatu pluralistik dimana sulit melakukan kontrol sosial untuk menemukan trouble maker jika terjadi penyimpangan dalam tata nilai (perilaku).

Pergeseran dalam proses belajar Mengajar terjadi perubahan orentasi, siswa tidak lagi duduk diam “sidakep bari balem” dan dijejali materi dari guru, akan tetapi terjadi interaksi demokrasi dimana guru harus siap melayani apa yang dibutuhkan oleh siswa, mampu menyelami sikap serta karaker setiap siswanya, sungguh suatu tugas yang maha berat ketika guru harus bermain peran menghadapi 40 orang siswa dalam satu kelas, berapa besar energi yang harus dikeluarkan ketika dalam satu hari ia harus mengajar 6 kelas berarti dia harus menghadapi 240 siswa dengan berbagai karakter. Berhasilkah ia memoles sekaligus membentuk karakter setiap muridnya ?

Percepatan pergerakan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadikan teknologi itu sendiri berusia pendek, sehingga produk baru yang lahir hari ini esok dianggap usang, Kembali Sosok Guru dituntut untuk memperbaharui ilmunya jika tidak ingin ketinggalan kereta, mampukah nafasnya mengimbangi hausnya siswa akan ilmu pengetahuan ? dapatkah Guru menguasai perkembangan iptek tampa memiliki fasilitas ?

TIGA

Di hari “bahagianya” yang ke 12 tahun, di penghujung tahun 2005 ini, pemerintah akan menghaturkan kado untuk guru (RUU PENDIDIKAN 2005) dan gurupun sudah tak sabar untuk menikmati kado tersebut namun …. Tunggu dulu ! Kado tersebut saat ini hanya tersedia dan diperuntukan bagi Guru yang berstatus Pegawai Negeri Sipil dan untuk mereka yang Guru Honorer tersedia kado kosong yang akan diisi oleh institusi tempat ia bekerja, isinya mungkin lebih banyak dan lebih bagus atau sebaliknya tergantung kemurah hatian dan belas kasih dunungan tempat bekerja, akankah tercipta keadilan ? apakah sekarang terjadi dikotomi guru ? sedangkan tugas dan fungsinya tetaplah sama.

TERAKHIR

Ketiga serpihan tak beraturan diatas adalah sepenggal sajian yang biasa disantap seorang Guru, termasuk santapan yang disajikan di hari Guru, rasanya kadang manis melebihi madu tapi tak jarang pahit seperti batrawali, akan tetapi ketika masuk ke dalam perut rasanya sama saja, begitu juga dengan kehidupan Guru. Ibarat orang tua…Guru tetap sabar menghadapi ketika anaknya rewel, nakal, protes, ataupun marah. Tak pernah ia minta balas jasa walaupun anaknya telah hidup mapan, tak pernah ia mengeluh bagaimana sulitnya membesarkan anaknya, tak pernah ia mengeluh ketika kesulitan ekonomi menderanya…ia tetap tenang, rendah hati, sabar, tegar, berihktiar dan ihlas menjalani hidup di riuh badai materialistik sekarang ini….. sampai suatu saat dia berjumpa dengan yang maha pencipta berkendaraan ilmu yang ia amalkan, berpakaian mewah dari doa yang tak henti terucap, menyantap sajian dari kebaikan yang ia tebarkan di dunia, berjumpa dengan Maha Guru ... Tuhan yang memiliki 99 sifat Kemahaannya, Amiiiin

(dari KiBarep untuk sahabat yang setiap hari bergelut dengan kapur tulis)

Tidak ada komentar: